“Swipe, Klik, Bayar Tapi Pajaknya ke Mana?”
Era digital membuat hampir semua aktivitas dapat dilakukan hanya dengan menggeser layar, menekan tombol, dan menyelesaikan pembayaran. Belanja di marketplace, berlangganan layanan seperti Netflix, memesan makanan melalui aplikasi, hingga berdonasi secara daring telah menjadi rutinitas masyarakat Indonesia. Namun, di balik pesatnya transaksi elektronik ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah negara mendapatkan porsi pajak yang semestinya dari geliat ekonomi digital yang terus membesar? Ataukah kita justru membiarkan potensi kebocoran fiskal berlangsung tanpa disadari di balik layar gawai?
Data McKinsey (2024) memproyeksikan nilai e-commerce Indonesia mencapai USD 82 miliar pada 2025. Namun, sebagian besar transaksi tersebut sulit dipajaki karena pelakunya adalah entitas asing yang tidak memiliki pendaftaran fisik di Indonesia. Akibatnya, barang dan jasa tetap terjual, tetapi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) belum tentu terserap.
-
Pillar 1: memberikan hak pemajakan kepada negara tempat konsumen berada.
-
Pillar 2: menetapkan pajak minimum global 15% untuk perusahaan multinasional.
Jika diterapkan dengan tepat, kebijakan ini memungkinkan Indonesia memperoleh pajak dari perusahaan raksasa seperti Meta, Amazon, dan Apple, yang selama ini hanya membayar di negara asalnya.
-
Integrasi e-faktur dan e-invoicing hingga UMKM dan kreator digital.
-
Pemutakhiran data transaksi lintas platform berbasis cloud dan API.
-
Penguatan peran DJP daerah dalam pengawasan transaksi digital lokal.
-
Penguatan kerangka hukum dan diplomasi digital internasional.
Daftar Pustaka
Kementerian Keuangan Republik
Indonesia. (2025). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 tentang Tata
Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PMSE).
Direktorat Jenderal Pajak.
(2025). Statistik Penerimaan Pajak Digital Triwulan I 2025. Diakses dari:
https://www.pajak.go.id
McKinsey & Company. (2024).
The Future of E-Commerce in Indonesia: Outlook 2025.
OECD. (2023). International Tax
Reform: Pillar One and Pillar Two Explained. Diakses dari:
https://www.oecd.org/tax/beps/
G20 Indonesia. (2022).
Pernyataan Menteri Keuangan G20 tentang Pajak Digital Global.
Kompas.com. (2024). Penerimaan
Pajak Digital Capai Rp34,91 Triliun di Kuartal I 2025.
Nurmala, T. & Rahayu, S.
(2023). Literasi Pajak Digital pada Generasi Z: Sebuah Studi Komparatif. Jurnal
Perpajakan Indonesia, 15(2), 101–115.
Bappenas. (2023). Strategi
Transformasi Ekonomi Digital Nasional 2023–2030.
Siregar, H. (2022). Shadow
Economy dan Tantangan Perpajakan Indonesia di Era Digital. Jurnal Kebijakan
Fiskal dan Moneter, 19(3), 88–96.

Komentar
Posting Komentar